Biografi Haji Abdul Malik Karim (HAMKA)
Dikesempatan kali ini, saya ingin kembali memberikan sedikit tentang pengetahuan ke pahlawanan Abdul Malik Karim
(HAMKA) kepada anda. mungkin secara singkat saja. Pahlawan di indonesia
memang jumlahnya sangat banyak, tak terkira. Karena mengingat daerah
dan wilayah indonesia yang sangat luas dan juga para penjajah hampir
menjajah berbagai wilayah di Indonesia, mengingat Indonesia adalah
negara yang sangat kaya akan rempah dan juga sumber daya alam.
Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim
Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan Hamka (lahir di Maninjau,
Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 –
meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun). Abdul Malik
Karim adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, ahli filsafat, dan
aktivis politik. Ia baru dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia
setelah dikeluarkannya Keppres No. 113/TK/Tahun 2011 pada tanggal 9
November 2011.
Hamka merupakan salah satu orang
Indonesia yang paling banyak menulis dan menerbitkan buku. Oleh
karenanya Abdul Malik Karim (HAMKA) dijuluki sebagai Hamzah Fansuri di
era modern. Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan untuk
orang Minangkabau yang berasal dari kata abi atau abuya dalam bahasa
Arab yang berarti ayahku atau seseorang yang dihormati. Hamka juga
merupakan seorang wartawan, penulis, editor, dan penerbit. Sejak tahun
1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah surat kabar seperti Pelita
Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada
tahun 1928, ia menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun
1932, ia menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makassar.
Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji
Masyarakat, dan Gema Islam.
Hamka adalah seorang otodidak dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah,
sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa
Arabnya yang tinggi, ia dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar
di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad,
Mustafa al-Manfaluti, dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, ia
meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert
Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre,
Karl Marx, dan Pierre Loti.
Abdul Malik Karim juga banyak
menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya lain seperti novel dan cerpen.
Pada tahun 1928, Hamka menulis buku romannya yang pertama dalam bahasa
Minang dengan judul Si Sabariah . Kemudian, ia juga menulis
buku-buku lain, baik yang berbentuk roman, sejarah, biografi dan
otobiografi, sosial kemasyarakatan, pemikiran dan pendidikan, teologi,
tasawuf, tafsir, dan fiqih. Karya ilmiah terbesarnya adalah Tafsir
al-Azhar. Di antara novel-novelnya seperti Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan Merantau ke Deli juga menjadi
perhatian umum dan menjadi buku teks sastra di Malaysia dan Singapura.
Beberapa penghargaan dan anugerah juga ia terima, baik peringkat
nasional maupun internasional.
Pada tahun 1959, Hamka
mendapat anugerah gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar,
Cairo atas jasa-jasanya dalam penyiaran agama Islam dengan menggunakan
bahasa Melayu. Kemudian pada 6 Juni 1974, kembali ia memperoleh gelar
kehormatan tersebut dari Universitas Nasional Malaysia pada bidang
kesusasteraan, serta gelar Profesor dari Universitas Prof. Dr. Moestopo.
Hamka meninggal dunia pada 24 Juli 1981
dalam usia 73 tahun dan dikebumikan di Tanah Kusir, Jakarta
Selatan.Jasanya tidak hanya diterima sebagai seorang tokoh ulama dan
sastrawan di negara kelahirannya, bahkan di negara negara berpenduduk
muslim di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Thailand Selatan,
Brunei, Filipina Selatan, dan beberapa negara Arab. Begitulah kisah
perjalanan hidup Abdul Malik Karim (HAMKA) .
0 komentar:
Posting Komentar