Kamis, 24 September 2015

Biografi K.H. Abdul Halim

Biografi Pahlawan K.H. Abdul Halim

Biografi Pahlawan K.H. Abdul Halim
Abdul Halim terlahir dengan nama Otong Syatori pada 26 Juni 1887 di Desa Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat. Ia adalah bungsu dari delapan bersaudara. Ayahnya seorang penghulu di wilayah Jatiwangi bernama K.H. Muhammad Iskandar dan ibunya bernama Nyi Hj. Siti Mutmainnah. Sejak kecil, beliau sudah mempelajari ilmu agama dengan tekun.
Sambil menuntut ilmu, beliau mencari nafkah dengan berdagang yang kelak ikut membentuk pemikirannya dalam memperbaiki sistem ekonomi rakyat. Saat berusia 22 tahun, Abdul Halim berangkat menunaikan ibdah haji. Tak semata beribadah, beliau juga menuntut ilmu pada ulama terkemuka di Tanah Suci, termasuk bertemu dengan K.H. Mas Mansyur dari Surabaya (tokoh Muhammadiyah) dan KH. Abdul Wahab Hasbullah (tokoh NU). Setelah dirasa memadai, Abdul Halim kembali selangkah demi selangkah. Organisasi ke Tanah Air pada tahun 1911. Sepulang dari berhaji, beliau berganti nama menjadi Abdul Halim.
Ditahun yang sama, Abdul Halim mendirikan pesantren. Nama pesantren sederhana yang berdiri di atas tanah mertuanya, K.H. Muhammad Ilyas, ini bernama Majelis Ilmu. Perlahan, pesantren ini terus berkembang sehingga mampu membangun asrama untuk para santri. Satu tahun kemudian, beliau mendirikan Hayatul Qulub. Lembaga itu bertujuan untuk mengembangkan ide pembaruan pendidikan, pengembangan sosial ekonomi dan kemasyarakatan. Anggotanya terdiri atas tokoh masyarakat, santri, pedagang, dan petani.
Halim menyusun langkah-langkah perbaikannya yang meliputi delapan bidang perbaikan yang disebut dengan Islah as-Samaniyah yang mencakup Islah al-aqidah (perbaikan aqidah), Islah ai ibadah (perbaikan ¡badah), Islah at tarbiyah (perbaikan pendidikan), Islah al-a’ilah (perbaikan keluarga), islah al-addah (perbaikan kebiasaan), islah al mujtama’ (perbaikan masyarakat), Islah al-Iqtishad (perbaikan perekonomian), dan Islah al-ummah (perbaikan hubungan umat dan tolong-menolong). Semuanya dilaksanakan secara berkesinambungan, itu terus berkembang. Keberadaannya dapat memperbaiki keadaan masyarakat kecil. Itu membuat pemerintah colonial Belanda mulai menaruh curiga. Secara diam-diam pemerintah mengutus polisi rahasia (Politiek Inlichtingen Dienst/PID) untuk mengawasi Abdul Halim dan organisasinya.
Tahun 1915, Hayatul Qulub dibubarkan. Penjajah Belanda menganggap organisasi tersebut menjadi penyebab terjadinya beberapa kerusuhan (terutama antara pribumi dan China). Meski dibubarkan, kegiatannya tetap berjalan. Pada 16 Mei 1916, Abdul Halim mendirikan Jam’iyah l’anah al-Muta’alimin sebagai upaya terus mengembangkan pendidikan yang kembali dibubarkan Belanda. Abdul Halim tak jera. Pada tahun Itu juga, ia mendirikan Persyarikatan Ulama dengan bantuan H.O.S. Cokroaminoto. Organisasi itu diakui oleh pemerintahan kolonial Belanda pada 21 Desember 1917. Persyarikatan Ulama terus berkembang. Pada 1924, organisasi ini sudah tersebar ke seluruh Jawa dan Madura. Tahun 1937, menyebar ke seluruh Indonesia.
Abdul Halim adalah seorang berpikiran maju dan cerdas. Beliau sadar semua upayanya membutuhkan biaya. Untuk itu, beliau mengembangkan beragam usaha, mulai dari pertanian, percetakan, dan pabrik tenun. Para guru di pesantrennya harus ikut menanamkan saham agar usaha bersama tersebut semakin berkembang. Yayasan yatim piatu pun ikut didirikan atas prakarsanya. Ia juga mendirikan pesantren Santi Asromo (bahasa jawa kuno yang berarti tempat sepi, sunyi) di Majalengka pada April 1942 yang memberikan bekal keterampilan kepada santri agar kelak mampu hidup mandiri.
Abdul Halim aktif berperan menentang pemerintahan kolonial. Pada 1912, ia menjadi pimpinan Serikat Islam cabang Majalengka. Pada 1928, ia diangkat menjadi pengurus Majelis Ulama yang didirikan Sarekat Islam bersama K.H. M. Anwaruddin dari Rembang dan K.H. Abdullah Siradj dari Yogyakarta. Ia juga menjadi anggota pengurus MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia) yang didirikan pada 1937 di Surabaya.
Pada 1943, setelah MIAI berganti menjadi Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), ia menjadi salah seorang pengurusnya. Ia juga termasuk salah seorang anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1945, anggota Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP), dan anggota Konstituante pada 1955. Ketika terjadi agresi Belanda pada 1947, beliau ikut berjuang dan terpaksa mundur bersama rakyat dan tentara ke pedalaman untuk menyusun strategi perlawanan. Ia juga menentang keras didirikannya Negara Pasundan oleh Belanda pada 1948.
  • Tempat/Tgl. Lahir :  Majalengka, 26 Juni 1887
  • Tempat/Tgl. Wafat :  Majalengka, 6 Mei 1962
  • SK Presiden : Keppres No. 41/TK/2008, Tgl. 6 November 2008
  • Gelar : Pahlawan Nasional
Abdul Halim terkenal cerdas dan kuat dalam memegang prinsip. Meski begitu, Abdul Halim yang menguasai bahasa Belanda dan China ini dikenal sebagai orang yang sederhana, pengasih, dan mengutamakan jalan damai dalam menyelesaikan setiap persoalan.
Abdul Halim

0 komentar:

Posting Komentar