Biografi Pahlawan K.H. Abdul Halim
Abdul Halim
terlahir dengan nama Otong Syatori pada 26 Juni 1887 di Desa
Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat. Ia adalah
bungsu dari delapan bersaudara. Ayahnya seorang penghulu di wilayah
Jatiwangi bernama K.H. Muhammad Iskandar dan ibunya bernama Nyi Hj. Siti
Mutmainnah. Sejak kecil, beliau sudah mempelajari ilmu agama dengan
tekun.
Sambil menuntut ilmu, beliau mencari
nafkah dengan berdagang yang kelak ikut membentuk pemikirannya dalam
memperbaiki sistem ekonomi rakyat. Saat berusia 22 tahun, Abdul Halim
berangkat menunaikan ibdah haji. Tak semata beribadah, beliau juga
menuntut ilmu pada ulama terkemuka di Tanah Suci, termasuk bertemu
dengan K.H. Mas Mansyur dari Surabaya (tokoh Muhammadiyah) dan KH. Abdul
Wahab Hasbullah (tokoh NU). Setelah dirasa memadai, Abdul Halim
kembali selangkah demi selangkah. Organisasi ke Tanah Air pada tahun
1911. Sepulang dari berhaji, beliau berganti nama menjadi Abdul Halim.
Ditahun yang sama, Abdul Halim
mendirikan pesantren. Nama pesantren sederhana yang berdiri di atas
tanah mertuanya, K.H. Muhammad Ilyas, ini bernama Majelis Ilmu.
Perlahan, pesantren ini terus berkembang sehingga mampu membangun asrama
untuk para santri. Satu tahun kemudian, beliau mendirikan Hayatul
Qulub. Lembaga itu bertujuan untuk mengembangkan ide pembaruan
pendidikan, pengembangan sosial ekonomi dan kemasyarakatan. Anggotanya
terdiri atas tokoh masyarakat, santri, pedagang, dan petani.
Halim menyusun langkah-langkah
perbaikannya yang meliputi delapan bidang perbaikan yang disebut dengan
Islah as-Samaniyah yang mencakup Islah al-aqidah (perbaikan aqidah),
Islah ai ibadah (perbaikan ¡badah), Islah at tarbiyah (perbaikan
pendidikan), Islah al-a’ilah (perbaikan keluarga), islah al-addah
(perbaikan kebiasaan), islah al mujtama’ (perbaikan masyarakat), Islah
al-Iqtishad (perbaikan perekonomian), dan Islah al-ummah (perbaikan
hubungan umat dan tolong-menolong). Semuanya dilaksanakan secara
berkesinambungan, itu terus berkembang. Keberadaannya dapat memperbaiki
keadaan masyarakat kecil. Itu membuat pemerintah colonial Belanda mulai
menaruh curiga. Secara diam-diam pemerintah mengutus polisi rahasia
(Politiek Inlichtingen Dienst/PID) untuk mengawasi Abdul Halim dan
organisasinya.
Tahun 1915, Hayatul Qulub dibubarkan.
Penjajah Belanda menganggap organisasi tersebut menjadi penyebab
terjadinya beberapa kerusuhan (terutama antara pribumi dan China). Meski
dibubarkan, kegiatannya tetap berjalan. Pada 16 Mei 1916, Abdul Halim
mendirikan Jam’iyah l’anah al-Muta’alimin sebagai upaya terus
mengembangkan pendidikan yang kembali dibubarkan Belanda. Abdul Halim
tak jera. Pada tahun Itu juga, ia mendirikan Persyarikatan Ulama dengan
bantuan H.O.S. Cokroaminoto. Organisasi itu diakui oleh
pemerintahan kolonial Belanda pada 21 Desember 1917. Persyarikatan Ulama
terus berkembang. Pada 1924, organisasi ini sudah tersebar ke seluruh
Jawa dan Madura. Tahun 1937, menyebar ke seluruh Indonesia.
Abdul Halim adalah seorang berpikiran
maju dan cerdas. Beliau sadar semua upayanya membutuhkan biaya. Untuk
itu, beliau mengembangkan beragam usaha, mulai dari pertanian,
percetakan, dan pabrik tenun. Para guru di pesantrennya harus ikut
menanamkan saham agar usaha bersama tersebut semakin berkembang. Yayasan
yatim piatu pun ikut didirikan atas prakarsanya. Ia juga mendirikan
pesantren Santi Asromo (bahasa jawa kuno yang berarti tempat sepi,
sunyi) di Majalengka pada April 1942 yang memberikan bekal keterampilan
kepada santri agar kelak mampu hidup mandiri.
Abdul Halim aktif berperan menentang
pemerintahan kolonial. Pada 1912, ia menjadi pimpinan Serikat Islam
cabang Majalengka. Pada 1928, ia diangkat menjadi pengurus Majelis Ulama
yang didirikan Sarekat Islam bersama K.H. M. Anwaruddin dari Rembang
dan K.H. Abdullah Siradj dari Yogyakarta. Ia juga menjadi anggota
pengurus MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia) yang didirikan pada 1937 di
Surabaya.
Pada 1943, setelah MIAI berganti menjadi
Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), ia menjadi salah seorang
pengurusnya. Ia juga termasuk salah seorang anggota Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1945, anggota
Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP), dan anggota Konstituante pada
1955. Ketika terjadi agresi Belanda pada 1947, beliau ikut berjuang dan
terpaksa mundur bersama rakyat dan tentara ke pedalaman untuk menyusun
strategi perlawanan. Ia juga menentang keras didirikannya Negara
Pasundan oleh Belanda pada 1948.
- Tempat/Tgl. Lahir : Majalengka, 26 Juni 1887
- Tempat/Tgl. Wafat : Majalengka, 6 Mei 1962
- SK Presiden : Keppres No. 41/TK/2008, Tgl. 6 November 2008
- Gelar : Pahlawan Nasional
Abdul HalimAbdul Halim terkenal cerdas dan kuat dalam memegang prinsip. Meski begitu, Abdul Halim yang menguasai bahasa Belanda dan China ini dikenal sebagai orang yang sederhana, pengasih, dan mengutamakan jalan damai dalam menyelesaikan setiap persoalan.
0 komentar:
Posting Komentar